Keping demi keping memori tentangmu, perlahan-lahan menelusup masuk menjajah benakku.

Bersama hujan yang menimpa duniaku, segala kilas bersamamu mengacaukan tenteram hatiku.

Menyayat, mengikat, menjerat, tak sedikitpun membiarkan diriku beranjak untuk sesaat.

Kau yang pernah menjadi poros duniaku.

Memberikan warna bagi kanvasku yang selalu berwarna abu-abu.

Berjanji takkan saling melepas genggam.

Meski pada akhirnya, kau yang meninggalkanku untuk berjalan sendirian.

Hari ini, entah mengapa langkah membawaku pada tempat biasa kau dan aku bertemu.

Di sana, kita menjalin jemari.

Bersama mengikat simpul janji.

Untuk kemudian kita menitipkan kepada bintang-bintang.

Atau pada langit senja yang mulai kemerahan.

Dan ketika tempat ini kembali ku datangi, ternyata sudah menjadi puing di sini.

Berserakan. Tak mungkin bisa kususun lagi.

Entahlah.

Haruskah aku mengutuk hatimu yang terlalu keras?

Atau dirinya yang dengan kejam membuat taut jemari kita terlepas?

Haruskah aku menyalahkanmu untuk hati yang dengan mudah berpindah?

Atau mungkin, haruskah aku mengutuk sosoknya yang terlalu indah?

Ah, aku benci ketika otakku jauh berkelana seperti ini.

Ternyata, hujan yang kata mereka selalu hadir membersamai kenangan bukan bualan.

Rintiknya malam ini, mengajak ingatan perihal kau ikut serta.

Kembali membuka luka lama, yang belum terhapus sepenuhnya.

Jika saja bisa, aku ingin benar-benar melupakanmu.

Memberi jarak dengan segala sesuatu yang menyangkut dirimu.

Tak lagi mendatangi tempat-tempat yang mengingatkanku akan sesosok dirimu.

Lalu bayangmu tertawa.

Walaupun aku pergi kepenjuru dunia, kau akan berada di sana.

Sebab, pada nyatanya, kau masih kusimpan dalam pikiran.

Namamu masih belum mampu aku hapuskan.

Oh, tolong katakan.

Apakah aku begitu menyedihkan?


Salinan By: Lentera Shenja. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini